Penerjemah : Husky
Editor : Eru
Illustrasi Novel | Bab 1 | Bab 2 | Bab 3 | Bab 4 | Bab 5 | Bab 6 | Bab 7 | Bab 8 | Bab 9 | Kata Penutup
Bagian 1 | Bagian 2 | Bagian 3
Jilid 11 Bab 1
Musim Dingin Telah Lama Berlalu Sebelum Kamu Menyadarinya
Bagian 2
Udara dingin dan kering menembus lorong menuju gedung khusus. Aku merasa bibirku kering dan tubuhku menjadi kaku.
Embun terlihat di jendela kaca kelas, tetapi tidak terlihat di lorong yang memiliki tampilan jelas menuju ke halaman sekolah. Halaman sekolah dipenuhi dengan pohon yang berganti kulit dan kebun bunga yang kosong, pemandangan musim dingin yang gelap dan berdebu tidak seperti yang terlihat di bagian utara jepang.
Tidak banyak salju yang turun di Chiba. Jumlah yang tidak umum itu menonjol bahkan di wilayah Kanto yang tidak terbiasa dengan salju. Bulan lalu, Berita melaporkan salju turun di Tokyo, tapi tidak setetes pun terlihat di Chiba.
Kurangnya sesuatu yang bertema musim dingin membuatnya terasa sangat dingin. Merasakan perbedaan kehangatan dari kelasku tadi, aku mengangkat syal yang melingkari leherku.
Alasan mengapa di kelas terasa hangat bukan karena dekat dengan pemanas ruangan. Itu karena retakan yang mengganggu sudah tertutup.
Aku yakin Hayama dan semua orang tidak menunggu saat-saat terakhir mereka secara dramatis, tetapi dengan damai dan hangat, seakan persis seperti bagaimana dunia dan kehidupan akan berakhir. Kenyataan bahwa kebahagiaan dan perdamaian dipertahankan melalui upaya semua orang mulai terasa.
Mungkin saja pengalaman melalui berbagai musim dingin memungkinkan mereka untuk memahami bahwa musim semi pada akhirnya akan tiba.
Yang menunggu kita bukanlah musim semi yang hangat, melainkan musim semi perpisahan. Seperti badai yang datang saat bunga bermekaran, teman baik akan pergi.
Kelas kami akan berubah dan kami akan membangun hubungan antar manusia yang baru. Tahun depan, musim ini adalah waktu kami berada tepat di tengah-tengah ujian dan tidak lagi diminta untuk pergi ke sekolah. Itu sebabnya, semua orang menikmati dan menghargai musim dingin ini, menunggunya berakhir dengan tenang.
Di dalamnya, ada suatu kehangatan yang nyata dan juga hawa dingin yang samar. Aku bergumam “dingin, dingin” ke dalam syalku saat aku berjalan dan suara langkah kaki ringan bergema di belakangku.
Aku berbalik dan bahuku menerima pukulan ringan. Aku disambut dengan ekspresi murung dari Yuigahama.
“Kenapa kamu pergi duluan...?”
“Kamu tidak mengatakan apapun tentang pergi bersama-sama ...,” kataku, tidak tahu kenapa dia bersikap seperti itu.
Mulut Yuigahama menganga dan dia dengan lembut mengusap rambutnya karena malu. “... Oh, aku benar-benar berpikir kamu sedang menungguku, kamu diam di kelas cukup lama, jadi .…”
“Tidak juga .…”
Sambil berbicara, aku memberikan beberapa pemikiran untuk alasan kenapa aku berada di kelas cukup lama. Memang benar kalau Yuigahama beberapa kali mengajakku pergi ke klub bersama-sama. Mungkin itu sebabnya aku mendapati diriku menunggu dengan asumsi bahwa Yuigahama akan datang untuk berbicara denganku.
Tapi, alasan lain yang lebih tepat muncul di pikiranku.
“Yah, aku hanya ingin melihat bagaimana keadaan Hayama dan Miura.”
“Aah, benar. Aku pikir mereka sudah lebih baik sekarang, jadi aku senang.”
Yuigahama menghela nafas kecil dan mengangguk lemah. Di lorong yang kosong ini, dia kemudian mengambil beberapa langkah di depanku lalu memutar tubuhnya.
“Ini cukup bagus, kamu tahu? Aku yakin semua orang memikirkan berbagai hal, tapi sepertinya mereka berusaha menjalani kehidupan mereka sebanyak yang mereka bisa sekarang sambil menghargainya .…”
Dia mengatakan setiap kata dengan penekanan, memasang senyum lembut di wajahnya.
“Ya, aku rasa. Kita mungkin berada di waktu terbaik dalam kehidupan kita sekarang.”
“Oh, tidak biasanya kamu berpikir positif ....”
“Ketika kamu mengingat masa lalu, kamu merasa ingin mati saja karena menyesal, dan ketika kamu memikirkan masa depan, kamu akan mengalami depresi karena cemas. Jadi, berdasarkan proses eliminasi, waktu kita sekarang adalah murni kebahagiaan.”
“Pada akhirnya, kamu masih berpikiran negatif!” Yuigahama menurunkan bahunya dengan wajah cemberut. Dia kemudian berjalan cepat ke depan dan menyuarakan keluhannya. “Lagi-lagi kamu mengatakan hal-hal itu ... tidak bisakah kamu membaca suasana?”
“Suasana, ya...?”
Suasana seperti apa?
Misalnya, suasana pada Hari Valentine?
Aku kira aku bisa mengerti dalam hal itu. Sesekali, aku akan belajar dari orang-orang, memahami suasananya, dan berpura-pura. Kemudian, aku hanya perlu menghilangkan itu semua dengan sebuah kalimat sederhana “Itu yang semua orang lakukan.” Melakukannya membuatmu ingin memiliki ekspektasi, dimanjakan, lupa diri, dan menunggu.
Tapi kupikir itu bukanlah sesuatu yang harus kamu lakukan.
Tidak akan tulus jika yang kamu lakukan hanya menunggu. Terlepas dari jawaban dan kesimpulan yang menunggumu di ujung lorong, kamu harus memastikan untuk mengambil langkah maju tanpa tipu daya dan keraguan dan juga tinggalkan penyesalanmu sesudahnya.
Itu sebabnya, aku mengikuti suasana dan memutuskan untuk bertanya.
“Ngomong-ngomong ...”
Aku memaksakan kata-kata itu keluar dengan suara serak dan Yuigahama berbalik. Kepalanya yang dimiringkan dan matanya mendorongku untuk melanjutkannya. Melihatnya secara langsung tampaknya agak membuatku terpesona sehingga aku sedikit memalingkan wajahku.
“... Apa kamu punya satu hari yang kosong dalam waktu dekat ini?”
“Huh? U-um, ya, Aku punya ... kurasa,” kata Yuigahama, mengoceh dan menggerakkan tangannya karena terkejut. Dia tampak gelisah sambil dengan panik mengeluarkan ponselnya. Tapi kemudian, gerakannya tiba-tiba berhenti.
Dia melirik ke arah pintu ruang klub. Kemudian, dia mengalami kesulitan untuk mengeluarkan suaranya. Tidak seperti sebelumnya, ekspresinya menjadi murung.
Sedikit terkejut melihat hal itu dan enggan untuk bertanya mengapa dia membuat ekspresi seperti itu, aku mendapati diriku tersedak juga. Udara di lorong itu sangat dingin dan kering sehingga aku memiliki sensasi tidak nyaman seolah-olah ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokanku.
Menanyakan hal itu sekarang di tempat ini mungkin bukan merupakan pilihan terbaik. Atau mungkin, ada cara yang lebih baik dan halus untuk menanyakannya. Akankah terasa aneh untuk menanyakannya lagi? Aku hanya tidak yakin dengan semua itu.
Tidak dapat saling bertukar kata lagi, aku melirik wajahnya, punggungku masih membungkuk dan mataku menatap ke bawah. Senyum gelisah yang dia tunjukkan membuat nafasku berhenti.
Untuk mengisi keheningan, Yuigahama dengan cepat berkata, “Biar kupikirkan tentang hal itu dan aku akan memberitahumu nanti!”
“... Y-ya.”
Apa aku lega atau hanya kelelahan? Atau mungkin, sesuatu yang jauh berbeda?
Apapun itu, karena aku telah menghela nafas dalam-dalam di saat bersamaan, Yuigahama tidak menunggu tanggapanku, berjalan beberapa langkah di depan, lalu membuka pintu menuju ruang klub.
Embun terlihat di jendela kaca kelas, tetapi tidak terlihat di lorong yang memiliki tampilan jelas menuju ke halaman sekolah. Halaman sekolah dipenuhi dengan pohon yang berganti kulit dan kebun bunga yang kosong, pemandangan musim dingin yang gelap dan berdebu tidak seperti yang terlihat di bagian utara jepang.
Tidak banyak salju yang turun di Chiba. Jumlah yang tidak umum itu menonjol bahkan di wilayah Kanto yang tidak terbiasa dengan salju. Bulan lalu, Berita melaporkan salju turun di Tokyo, tapi tidak setetes pun terlihat di Chiba.
Kurangnya sesuatu yang bertema musim dingin membuatnya terasa sangat dingin. Merasakan perbedaan kehangatan dari kelasku tadi, aku mengangkat syal yang melingkari leherku.
Alasan mengapa di kelas terasa hangat bukan karena dekat dengan pemanas ruangan. Itu karena retakan yang mengganggu sudah tertutup.
Aku yakin Hayama dan semua orang tidak menunggu saat-saat terakhir mereka secara dramatis, tetapi dengan damai dan hangat, seakan persis seperti bagaimana dunia dan kehidupan akan berakhir. Kenyataan bahwa kebahagiaan dan perdamaian dipertahankan melalui upaya semua orang mulai terasa.
Mungkin saja pengalaman melalui berbagai musim dingin memungkinkan mereka untuk memahami bahwa musim semi pada akhirnya akan tiba.
Yang menunggu kita bukanlah musim semi yang hangat, melainkan musim semi perpisahan. Seperti badai yang datang saat bunga bermekaran, teman baik akan pergi.
Kelas kami akan berubah dan kami akan membangun hubungan antar manusia yang baru. Tahun depan, musim ini adalah waktu kami berada tepat di tengah-tengah ujian dan tidak lagi diminta untuk pergi ke sekolah. Itu sebabnya, semua orang menikmati dan menghargai musim dingin ini, menunggunya berakhir dengan tenang.
Di dalamnya, ada suatu kehangatan yang nyata dan juga hawa dingin yang samar. Aku bergumam “dingin, dingin” ke dalam syalku saat aku berjalan dan suara langkah kaki ringan bergema di belakangku.
Aku berbalik dan bahuku menerima pukulan ringan. Aku disambut dengan ekspresi murung dari Yuigahama.
“Kenapa kamu pergi duluan...?”
“Kamu tidak mengatakan apapun tentang pergi bersama-sama ...,” kataku, tidak tahu kenapa dia bersikap seperti itu.
Mulut Yuigahama menganga dan dia dengan lembut mengusap rambutnya karena malu. “... Oh, aku benar-benar berpikir kamu sedang menungguku, kamu diam di kelas cukup lama, jadi .…”
“Tidak juga .…”
Sambil berbicara, aku memberikan beberapa pemikiran untuk alasan kenapa aku berada di kelas cukup lama. Memang benar kalau Yuigahama beberapa kali mengajakku pergi ke klub bersama-sama. Mungkin itu sebabnya aku mendapati diriku menunggu dengan asumsi bahwa Yuigahama akan datang untuk berbicara denganku.
Tapi, alasan lain yang lebih tepat muncul di pikiranku.
“Yah, aku hanya ingin melihat bagaimana keadaan Hayama dan Miura.”
“Aah, benar. Aku pikir mereka sudah lebih baik sekarang, jadi aku senang.”
Yuigahama menghela nafas kecil dan mengangguk lemah. Di lorong yang kosong ini, dia kemudian mengambil beberapa langkah di depanku lalu memutar tubuhnya.
“Ini cukup bagus, kamu tahu? Aku yakin semua orang memikirkan berbagai hal, tapi sepertinya mereka berusaha menjalani kehidupan mereka sebanyak yang mereka bisa sekarang sambil menghargainya .…”
Dia mengatakan setiap kata dengan penekanan, memasang senyum lembut di wajahnya.
“Ya, aku rasa. Kita mungkin berada di waktu terbaik dalam kehidupan kita sekarang.”
“Oh, tidak biasanya kamu berpikir positif ....”
“Ketika kamu mengingat masa lalu, kamu merasa ingin mati saja karena menyesal, dan ketika kamu memikirkan masa depan, kamu akan mengalami depresi karena cemas. Jadi, berdasarkan proses eliminasi, waktu kita sekarang adalah murni kebahagiaan.”
“Pada akhirnya, kamu masih berpikiran negatif!” Yuigahama menurunkan bahunya dengan wajah cemberut. Dia kemudian berjalan cepat ke depan dan menyuarakan keluhannya. “Lagi-lagi kamu mengatakan hal-hal itu ... tidak bisakah kamu membaca suasana?”
“Suasana, ya...?”
Suasana seperti apa?
Misalnya, suasana pada Hari Valentine?
Aku kira aku bisa mengerti dalam hal itu. Sesekali, aku akan belajar dari orang-orang, memahami suasananya, dan berpura-pura. Kemudian, aku hanya perlu menghilangkan itu semua dengan sebuah kalimat sederhana “Itu yang semua orang lakukan.” Melakukannya membuatmu ingin memiliki ekspektasi, dimanjakan, lupa diri, dan menunggu.
Tapi kupikir itu bukanlah sesuatu yang harus kamu lakukan.
Tidak akan tulus jika yang kamu lakukan hanya menunggu. Terlepas dari jawaban dan kesimpulan yang menunggumu di ujung lorong, kamu harus memastikan untuk mengambil langkah maju tanpa tipu daya dan keraguan dan juga tinggalkan penyesalanmu sesudahnya.
Itu sebabnya, aku mengikuti suasana dan memutuskan untuk bertanya.
“Ngomong-ngomong ...”
Aku memaksakan kata-kata itu keluar dengan suara serak dan Yuigahama berbalik. Kepalanya yang dimiringkan dan matanya mendorongku untuk melanjutkannya. Melihatnya secara langsung tampaknya agak membuatku terpesona sehingga aku sedikit memalingkan wajahku.
“... Apa kamu punya satu hari yang kosong dalam waktu dekat ini?”
“Huh? U-um, ya, Aku punya ... kurasa,” kata Yuigahama, mengoceh dan menggerakkan tangannya karena terkejut. Dia tampak gelisah sambil dengan panik mengeluarkan ponselnya. Tapi kemudian, gerakannya tiba-tiba berhenti.
Dia melirik ke arah pintu ruang klub. Kemudian, dia mengalami kesulitan untuk mengeluarkan suaranya. Tidak seperti sebelumnya, ekspresinya menjadi murung.
Sedikit terkejut melihat hal itu dan enggan untuk bertanya mengapa dia membuat ekspresi seperti itu, aku mendapati diriku tersedak juga. Udara di lorong itu sangat dingin dan kering sehingga aku memiliki sensasi tidak nyaman seolah-olah ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokanku.
Menanyakan hal itu sekarang di tempat ini mungkin bukan merupakan pilihan terbaik. Atau mungkin, ada cara yang lebih baik dan halus untuk menanyakannya. Akankah terasa aneh untuk menanyakannya lagi? Aku hanya tidak yakin dengan semua itu.
Tidak dapat saling bertukar kata lagi, aku melirik wajahnya, punggungku masih membungkuk dan mataku menatap ke bawah. Senyum gelisah yang dia tunjukkan membuat nafasku berhenti.
Untuk mengisi keheningan, Yuigahama dengan cepat berkata, “Biar kupikirkan tentang hal itu dan aku akan memberitahumu nanti!”
“... Y-ya.”
Apa aku lega atau hanya kelelahan? Atau mungkin, sesuatu yang jauh berbeda?
Apapun itu, karena aku telah menghela nafas dalam-dalam di saat bersamaan, Yuigahama tidak menunggu tanggapanku, berjalan beberapa langkah di depan, lalu membuka pintu menuju ruang klub.